ANALISAPUBLIK.COM | Blora – Puluhan orang yang tergabung dalam Paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menggeruduk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora. Mereka yang berasal dari berbagai desa di Kabupaten Blora mengadukan nasib dan aspirasinya kepada DPRD.
Mereka diterima oleh Komisi A DPRD Blora, yang terdiri dari Ketua, Supardi (Golkar), Santoso Budi Susetyo (PKS), Mohammad Aliuddin (PKB), Ahmad Faishal (PPP), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Blora, Yayuk Windrati, dan Kabid Pemdes Dinas PMD Blora, Dwi Edi di ruang rapat paripurna.
“Kami meminta agar DPRD mendengar keluhan kami, para Ketua dan Anggota BPD yang masih dianggap anak tiri, padahal SK (Surat Keputusan) kami juga berasal dari Bupati. Mohon didorong membuat regulasi yang memperkuat posisi kami, jadi tidak disepelekan,” ungkap Sujalmo selaku juru bicara Perwakilan BPD, Senin (19/09).
Dalam kesempatan itu, mereka menyampaikan beberapa poin yang selama ini menjadi hambatan warga. Beberapa dari poin tersebut yakni meminta kepada pemerintah kabupaten Blora agar merevisi Perbup No. 35 tahun 2017.
“Poin pertama kita mempertanyakan terkait bengkok desa yang slama ini masih di kelola oleh kepala desa dan perangkat desa. Padahal menurut UU Desa no 6 tahun 2014 dan permendagri 110 tahun 2016, harusnya bengkok tersebut masuk menjadi pendapatan asli desa (PAD). Untuk itu, kita berharap ada regulasi yang jelas baik itu perbup maupun perda terkait pengelolan bengkok desa ini,” paparnya.
Selanjutnya, mereka juga mempertanyakan terkait BOP (Biaya Operasional) untuk BPD yang slama ini regulasinya tidak jelas. Sehingga, menurut mereka banyak Kades yang masih semena-mena.
“Bahkan banyak yang tidak memberikan BOP kepada BPD. Untuk itu melalui audiensi ini ada kejelasan serta tindak lanjut dari pihak- pihak terkait dalam hal ini PMD. Bagaimana BPD bisa bekerja sebagaimana tupoksinya, jika BOP saja tidak di berikan. Padahal sesuai aturan, BPD berhak mendapatkan oprasional tersebut,” terangnya.
Sementara itu, Supardi selaku ketua Komisi A DPRD Blora menegaskan sesuai dengan surat yang diterima yakni penguatan peran BPD.
“Kami menampung aspirasi teman BPD, yang terpenting tidak memusuhi Kades. Untuk membuat regulasi tidak bisa langsung jadi, harus melalui proses ada tahapannya. Seperti ibu kepala dinas PMD sudah berkali kali berkunjung ke daerah untuk belajar dan mempelajari regulasi tersebut,” ujarnya.
Supardi juga meminta agar perwakilan BPD se Kabupaten Blora bersabar dan menginventarisir permasalahan yang ada, untuk dicarikan solusinya secara bersama – sama dengan stakeholder termasuk para Kepala Desa, agar keharmonisan dan kondusifitas tercipta untuk membangun desa.
Di tempat sama, Yayuk Windrati selaku Kepala Dinas PMD Blora mengaku bahwa pihaknya telah memperjuangkan honorarium untuk setiap anggota BPD dengan kenaikan sebesar 100 persen pada tahun 2020, atau sebesar total Rp 600 – 700 ribu per bulan per anggota BPD.
“Kami sudah berikan hitungan untuk skala prioritas pembiayaan operasional (BOP) BPD adalah sebesar Rp. 7,5 Juta – 10 Juta per tahun, yang diambil dari ADD (Anggaran Dana Desa), namun tetap memperhatikan postur keuangan desa masing – masing. Tinggal dicek oleh BPD masing – masing. Untuk honor BPD, kita sudah perjuangkan kenaikan 100% dari yang dulu hanya 300 ribu – 350 ribu rupiah bisa naik menjadi 700 Ribu,” ucapnya. (*)
Editor : Jay