ANALISAPUBLIK.COM | Blora – Ardhya Pratama (34) warga Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora mengadukan perbuatan oknum petugas PLN yang mencabut paksa meteran listrik pascabayar ke polisi. Tak hanya mencabut paksa meteran listrik, oknum petugas tersebut juga melakukan tindakan kekerasan terhadap istrinya.
“Saat kejadian, hanya istri dan anak saya berusia 4 bulan yang di rumah. Saya dan mertua masih kerja. Ketika sampai di rumah, istri cerita ke saya bahwa meteran listriknya diambil petugas,” ucapnya, Jum’at (23/09).
Sebelumnya, ada petugas PLN yang datang ke rumahnya dan memberitahukan bahwa ada keterlambatan pembayaran listrik selama dua bulan. Padahal, istrinya sudah melakukan pembayaran listrik pada bulan Juli.
“Istri saya sudah bayar untuk bulan Juli melalui aplikasi. Petugas PLN tadi bilangnya terlambat dua bulan, dan mengaku sudah dibayarkan oleh perusahaannya. Maka, istri saya minta kuitansi atau rekening untuk diganti, tapi petugas tadi menolak memberikannya,” terangnya.
Selanjutnya, pada tanggal 2 September sekitar pukul 16.30 WIB datang lagi oknum petugas PLN yang berbeda langsung menuju meteran listriknya lewat samping rumahnya dan mengambilnya. Mengetahui hal itu, istrinya keluar rumah untuk menegur dan meminta surat tugas serta id card petugas tersebut namun ditolak sehingga terjadi adu mulut.
“Padahal petugas ngakunya sudah dibayarkan, kok masih dicabut meteran listriknya. Kemudian, saat itu istri saya berhasil meminta id card petugas tersebut dan memfotonya. Saat mau ambil foto bagian belakang (id card), petugas tersebut merebut kembali sambil memiting (mengapit) leher istri saya,” jelas Ardhya.
Tetangga yang mengetahui hal itu pun melerainya. Sehingga istrinya mengembalikan id card oknum petugas PLN tersebut. Selanjutnya, oknum petugas PLN tersebut langsung tancap gas pergi dengan mengendarai sepeda motor.
“Kejadiannya Jumat sore. Malam harinya saya laporan ke Polsek. Paginya saya melaporkan hal tersebut ke kantor PLN Cepu dan ditindaklanjuti petugas dengan menyambungkan aliran listrik tanpa meteran. Sedangkan meteran listrik (pengganti), baru dipasang pada Senin (05/09). Pada saat pemasangan meteran listrik baru, petugas tersebut kaget karena meteran lama tidak ada,” ujar Ardya.
Kejadian tersebut dilaporkannya ke Polsek Randublatung, kala itu terjadi pergantian pejabat internal. Aduan tersebut akhirnya dilakukan mediasi antara pelapor dengan pihak PLN Cepu yang dipimpin Kanitreskrim Polsek Randublatung Aiptu Prayitno. Mediasi tersebut dilakukan di Mapolsek Randublatung pada Jum’at (23/09) dengan hasil kesepakatan damai oleh kedua belah pihak.
“Laporan masuk tanggal 2 September. Jadi saya itu belum tahu sebenarnya, karena (saya) mengganti (pejabat lama). Disampaikan oleh anggota saya, silakan diterima aduannya. Kami sudah melangkah, pemeriksaan ke pelapor, selain pemeriksaan kami melakukan pemanggilan saksi, kemudian melakukan undangan klarifikasi pelapor. Di situ sebenarnya sudah ada titik temu, disampaikan oleh pelapor bahwa hasil dari pemeriksaan awal sebagai saksi korban, silakan pak bisa diselesaikan secara kekeluargaan asal ada permintaan maaf dari terlapor atau pelaku itu,” terang Kanitreskrim Polsek Randublatung,” papar Prayitno.
Prayitno menambahkan, kejadian tersebut memberikan pelajaran bagi kedua belah pihak antara konsumen atau pelanggan dengan penyedia jasa atau layanan agar lebih mengedepankan etika.
“Memang sejak awal sudah ada gambaran seperti yang sudah kita sampaikan ke pelapor dan terlapor dan hal itu memang terjadi di lapangan karena kekhilafan. Juga menjadikan pengalaman sendiri bagi pihak kemitraan itu sendiri memang ada etika dalam melaksanakan tugas,” tegasnya.
Sementara itu, Wardoyo selaku Kepala ULP PLN Cepu membenarkan hal tersebut dan menyampaikan bahwa sudah ada kesepakatan damai kedua belah pihak.
“Sudah disepakati bersama, tadi intinya ada kekhilafan, petugas itu sudah mengakui dan sudah meminta maaf. Dan kedua belah pihak sudah saling memaafkan,” kata Wardoyo usai mediasi. (*)
Editor : Jay