ANALISAPUBLIK.COM | Blora – Salah satu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di wilayah Kabupaten Blora berinisial S mengaku bahwa gaji yang diterima hanya berkisar dua ratus ribu rupiah.
Menurutnya, bilangan yang bahkan untuk menutup kebutuhan pokok selama satu bulan saja sangat jauh dari kata cukup.
“Gaji yang saya terima selama ini hanya 200 ribu setiap bulan. Minim sekali,” jelasnya yang telah mengabdi di sebuah yayasan selama 6 tahun ini, Selasa (31/01).
S menjelaskan, terkait gaji guru atau pegawai tidak tetap (GTT/PTT) pada setiap sekolah berbeda, tergantung kemampuan dari masing-masing lembaga memberikan upah pada staf pengajar.
“Rata-rata para guru yang ditugaskan yayasan untuk sekolah kami sebesar 100 ribu. Dan ini menurut saya sangatlah tidak layak untuk mencukupi kebutuhan hidup,” ucapnya.
Dirinya menceritakan, untuk memenuhi kebutuhan, ia harus memberi les tambahan untuk anak-anak di rumahnya dengan biaya yang tidak ditarget untuk setiap muridnya.
“Untuk setiap anak, kita tidak meminta sejumlah nominal, melainkan sesuai kemampuan masing-masing orang tua anak,” ungkapnya.
Selanjutnya, S berharap adanya perhatian dari pemerintah kabupaten terhadap guru PAUD, Kelompok Bermain dan TK.
“Untuk saya sebagai guru TK,” terangnya.
Ia pun menyinggung tentang acara demo kepala desa (Kades) di Senayan beberapa waktu lalu, terkait pembenahan Undang-Undang Desa, dan meminta tambahan masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun. S berharap agar Pemkab Blora lebih memprioritaskan nasib para pendidik generasi bangsa.
“Masak kurang gaji kades, belum bengkok kades? Masak ini masih kurang dengan penghasilan seperti itu? Sementara kita, guru TK yang nyata-nyata berjuang setiap hari dalam artian membuat pinter anak orang, tapi kita cuma dihargai segitu saja. Ini sangat memprihatinkan,” tegasnya.
Di samping itu, formasi pada CPNS maupun PPPK untuk profesi guru TK, S mengatakan sangat minim, bahkan nyaris tidak ada.
“Untuk kuota guru TK itu 10 tahun sekali belum tentu ada. Dan ini saya perhatikan, selama ini kuota untuk kami hampir tidak ada. Karena yang PNS sudah pensiun semua,” terangnya.
“Untuk teman-teman saya yang PNS sudah purna semua. Berarti pengangkatan mereka yang sudah purna, kan sudah zaman dulu sekali. Dan saat ini tinggal 2 orang yang PNS,” tambahnya.
S menambahkan, saat ini dirinya ditugaskan di lembaga swasta. Adapun untuk dapat mengabdi di sekolah negeri, syaratnya harus PNS.
Sementara itu, Supriedi anggota DPRD Blora menjelaskan, untuk GTT atau PTT, saat dirinya awal mulai menjabat sebagai Dewan di Komisi D, tanggal 27 Agustus dan September 2019, pihaknya melihat adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan.
“Entah dasarnya waktu itu diambil dari mana, sehingga saat itu yang komisi D dapat data itu untuk guru Paud dan guru TK tidak semua dapat di luar yang sertifikasi,” terangnya.
Supriedi mengatakan, saat itu dirinya sudah membahas ketimpangan tersebut dengan Kepala Dinas Pendidikan yang lama.
“Saya tanyakan kepada Dinas Pendidikan dan saya panggil kepala dinasnya, saat itu pak Hendy output outcome-nya. Dan kenapa ada ketimpangan kesejahteraan yang tidak berimbang,” ungkapnya.
Dia mengatakan, bahwa ijazah yang belum keluar, proses, dan lain sebagainya tidak seharusnya dijadikan alasan adanya ketimpangan.
APBD yang sedikit dan tidak mampu memenuhi kebutuhan para pendidik juga menjadi alasan yang menurut Supriedi tidak masuk akal.
“Tahun kemarin itu Silpanya sejumlah 200 Miliar. Apa ini tidak gila? Ini yang tidak mampu APBDnya atau yang menata?” tukas Supriedi.
“Kalau saya dulu belum menjadi anggota DPRD dapat suara seperti itu mungkin saya diam saja. Karena saya sekarang duduk sebagai wakil rakyat dan yang megang anggaran itu DPRD, artinya anggarannya dipakai untuk apa saja, saya tau semua,” tambahnya.
Hal yang menurutnya tidak logis tersebut yang seharusnya dilakukan perbaikan.
“Harus mendapat semua. Saat itu saya tidak menekankan nominal, tapi pemerataan dulu. Data masuk dulu dan mendapatkan semua, baru di tahun berikutnya saya bicara, dapatnya berapa. Segini pak, lho kok sedikit sekali. Sehingga kita tata lagi, pelan-pelan naik sedikit demi sedikit, dan itu tidak hanya guru paud dan guru TK. Termasuk GTT SMP dan juga yang lebih penting guru honorer,” terangnya.
Anggota Komisi D DPRD Blora tersebut mengatakan, sebagai anggota dewan di komisi pendidikan, memiliki komitmen untuk memperjuangkan staf pendidik di Kabupaten Blora.
Dia juga berterima kasih kepada rekan-rekan satu komisi yang bersama-sama memperjuangkan nasib para guru di Blora.
“Saya bersyukur dan terima kasih kepada teman satu komisi dengan saya, antara lain Pak Hanif, Bu Irma, Pak Achlif, Pak Muljoko, Pak Muntohar, Gus Labib, Mbah Jariman, Mbah Ketut Kunarwo, Mas Arifin dan Mak’e Ketut Sanjaya,” pungkasnya.
Lebih lanjut, dia menekankan pada seluruh kepala sekolah yang ditemui di lembaga masing-masing, bahwa tindakan yang dilakukan atas kunjungan sewaktu-waktu bukanlah sidak. Namun, merupakan bentuk nyata dari kepedulian pemerintah terhadap pendidikan. (*)